Bangsa Yang Ramah




Sangat bangga ketika ada yang menyebut bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah, murah senyum juga sangat kental dengan adat ketimuran. Hanya sedikit heran, kenapa bangsa ini tidak terkenal sebagai bangsa yang suka bekerja keras seperti halnya bangsa Jepang atau lainnya. Apakah bangsa ini bangsa pemalas? Tentu tidak. Coba sekali-kali menengok pasar tradisional, pasar ikan atau  perkampungan-perkampungan yang mungkin tidak pernah bersentuhan dengan teknologi modern.


Suatu pagi, di perkampungan lereng gunung Lawu, Ibu-ibu sudah berkumpul di depan rumah sambil bercanda. Tapi mereka tidak sedang ngerumpi yang tidak ada ujungnya. Tangan mereka cekatan menganyam belahan bambu yang sudah dikeringkan beberapa hari sebelumnya. Dari tangan kaum ibu ini tercipta beberapa barang yang biasa dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Caping (penutup kepala yang bentuknya lebar terbuat dari bambu), besek (tempat makanan), kukusan dan masih banyak lagi. Bukankah mereka bisa disebut pekerja keras.
Lain cerita. Selepas mengantar belanja, sejenak meluangkan waktu mengamati keadaan sekitar. Ibu penjual kerupuk membawa tenggok  (Wadah besar terbut dari bambu, bentuknya seperti keranjang) yang luar biasa besar, isinya kerupuk yang disusun tinggi menjulang. Bapak-bapak yang jualan peniti dan barang remeh temeh lainnya. Ada tambal panci, gunting kuku, sumbu kompor, sampai karet pita untuk mengucir rambut si buah hati. Tak kalah hebatnya, bapak di seberang jalan. Setiap ada truk bongkar muatan, mereka seolah berpacu untuk segera mengangkat barang muatannya. Tentu dengan imbalan seadanya. Ibu-ibu pun tidak patah semangat menawarkan jasa angkat barang belanjaan. Mereka dengan sopan menawarkan jasa kepada semua orang yang terlihat berbelanja barang berkarung-karung. Bukankah mereka juga pekerja keras.


Tetapi entah mengapa, Bangsa ini tetap lebih terkenal sebagai bangsa yang ramah. Yang kadang malah membuat lena. Berleha-leha bersantai ria. Padahal bangsa lain terus bekerja dan bekerja. Pernah terdengar kata-kata penyemangat dari orang-orang besar, “Mari kita mengejar ketertinggalan kita”. Mengapa yang dikejar ketertinggalan, bukankah lebih baik kita mengejar kemajuan. Yang terjadi kemudian adalah, Bangsa ini tidak pernah maju ataupun setidaknya sejajar dengan bangsa lain. Semoga anak cucu nanti bisa mengubah dari yang hanya “Bangsa yang ramah” menjadi “Bangsa yang ramah sekaligus pekerja keras”. Semoga.

Comments